Minggu, 07 Mei 2023

Dekriminalisasi Sebagai Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pengguna Narkoba Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.


Dekriminalisasi Sebagai Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pengguna Narkoba Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

 

BAB 1 (Pndahuluan)

Latar Belakang.

Penentuan penyalahgunaan Narkotika sebagai kejahatan dimulai dari penempatan penyalahgunaan Narkotika sebagai kejahatan di dalam undang-undang, yang lazim dikatakan sebagai Kriminalisasi. Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dikriminalisasi melalui perangkat hukum yang mengatur tentang Narkotika yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-undang ini secara tegas mensyaratkan beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyalahgunaan Narkotika. Beberapa pasal di dalam undang-undang tentang Narkotika yang dikriminalisasi dijadikan sebagai ketentuan hukum tentang perbuatan yang dilarang dan disertai dengan ancaman pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Pelanggaran atas ketentuan hukum pidana biasa disebut sebagai tindak pidana, perbuatan pidana, delik, peristiwa pidana dan banyak istilah lainnya. Terhadap pelakunya dapat diancam sanksi sebagaimana sudah ditetapkan dalam undang-undang. Kriminalisasi penyalahgunaan Narkotika harus disertai dengan penegakan hukum bagi pelaku melalui sistem pemidanaan yang dianut di Indonesia, salah satunya sistem pemidanaan adalah menerapkan dan menjatuhkan sanksi hukuman bagi pelaku melalui Putusan Hakim yang bertujuan untuk restrorative justice berdasarkan treatment (perawatan) bukan pembalasan seperti paham yang lazim dianut oleh sistem pemidanaan di Indonesia berupa penjatuhan sanksi pidana penjara. Berdasarkan tujuan treatment lebih diarahkan kepada pelaku sebagai korban bukan kepada perbuatannya sehingga alternatif pemidanaan ini ditujukan untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation) daripada penghukuman. Alternatif pemberian sanksi pidana berupa tindakan perawatan dan perbaikan sebagai pengganti dari hukuman didasarkan pada korban adalah orang sakit sehingga membutuhkan tindakan perawatan dan rehabilitasi. Penerapan sanksi hukum berupa rehabilitasi bagi pecandu dan pemakai sebagai pelaku penyalahgunaan Narkotika akan mengurangi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan di samping dapat mengurangi peredaran gelap Narkotika, untuk itu kerangka yuridis yang telah ada di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 seharusnya digunakan oleh hakim dalam memutus pecandu dan pemakai Narkotika yakni Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Konsep dekriminalisasi sudah diatur pada Pasal 54 UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa para pecandu Narkotika wajib mendapatkan layanan rehabilitasi. Sedangkan pada pasal 103, disebutkan bahwa hakim dapat memutuskan dan menetapkan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika untuk menjalani pengobatan atau perawatan.


Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pertanyaan penelitian berikut dapat diajukan:

Apa ketentuan hukum pidana saat ini bagi pecandu narkoba untuk mengeluarkan hukuman?

Bagaimana pengaturan pengangkatan bagi pecandu narkoba di masa depan?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah: 

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum positif dekriminalisasi UU Narkotika di Indonesia. 

2. Untuk mengetahui mekanisme asesmen bagi penyalahguna, korban penyalahgunaan dan pencandu Narkotika dalam penerapan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam implementasi dekriminalisasi.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah dalam bidang ilmu pidana

Luaran Yang Diharapkan

Luaran kegiatan ini yaitu laporan kemajuan, laporan akhir, dan artikel ilmiah.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum pidana Narkotika menyangkut kebijakan dekriminalisasi bagi penyalahguna, korban penyalahgunaan dan pencandu Narkotika dalam penerapan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.


BAB 2 (Tinjauan Pustaka)

Dekriminalisasi adalah penetapan suatu perbuatan yang awalnya tindak pidana menjadi bukan merupakan tindak pidana. Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undangundang atau diucapkan amar putusan pengadilan yang mencabut ancaman pidana dari perbuatan tersebut. (Handoko, D., & Bunda, S. T. I. H. P. (2019). Klasifikasi Dekriminalisasi dalam Penegakan Hukum di Indonesia. Jurnal HAM, 10(2), 145-160.)

Penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja disebabkan karena beberapa faktor yakni : faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal, yakni faktor yang berasal dari diri seseorang, dimana faktor internal itu sendiri terdiri dari : Faktor Kepribadian, Faktor Keluarga serta Faktor Ekonomi. Sedangkan Faktor Eksternal, yakni faktor yang berasal dari luar seseorang / remaja yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan narkoba. Faktor Eksternal itu sendiri terdiri dari : Faktor Pergaulan Dan Faktor Sosial / Masyarakat. (Simangunsong, J. (2015). Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Remaja (Studi kasus pada Badan Narkotika Nasional Kota Tanjungpinang). Program Studi Ilmu SosiologiFakultas Ilmu Sosial Dan PolitikUniversitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.(E-journal) http://hukum. Studentjournal. ub. ac. id (di akses pada 20.)

Dalam Undang –undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ditentukan bahwa pidana yangdapat dijatuhkan berupa pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda. Pidana juga dapat dijatuhkan pada korporasi yakni berupa pencabutan izin usaha dan atau pencabutan status badan hukum.Masalah kebijakan pidana merupakan salah satu bidang yang selayaknya menjadi pusat perhatian kriminologi, karena kriminologi sebagai studi yang bertujuan mencari dan menentukan faktor-faktor yang membawa timbulnya kejahatan-kejahatan dan penjahat. Kajian mengenai kebijakan hukum pidana (Penal Policy) yang termasuk salah satu bagian dari ilmu hukum pidana, erat kaitannya dengan pembahasan hukum pidana nasional yang merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi bangsa indonesia. Kebijakan penal meliputi perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaliknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. (Kela, D. A. (2015). Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau dari Undang-undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Lex Crimen, 4(6).)


BAB 3 (Metode Penelitian)

Dalam penelitian ini menggunakanmetode penelitian normatif dimana penulis meneliti dan mempelajari norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melengkapi dan mendukung serta memperjelas alat bukti terhadap peraturan perundang-undangan dapat juga di teliti tulisan-tulisan dari ahli yang terdapat dalam kepustakaan.


BAB 4 (Pembahasan)

Dalam banyak yurisdiksi, termasuk beberapa negara yang menerapkan hukum pidana, pecandu narkoba umumnya tidak dikenakan hukuman pidana karena ketergantungannya pada narkoba. Pendekatan yang lebih umum adalah memperlakukan ketergantungan narkoba sebagai masalah kesehatan masyarakat dan memberikan perlindungan serta perawatan medis bagi pecandu.

Namun demikian, ada negara-negara di mana pemakaian narkoba masih dianggap sebagai tindakan melanggar hukum, termasuk pemakaian oleh pecandu. Dalam konteks ini, pecandu narkoba masih dapat dikenakan sanksi pidana, meskipun fokusnya mungkin lebih pada rehabilitasi daripada hukuman penjara.

Tren global dalam pendekatan terhadap pecandu narkoba telah beralih dari penekanan pada hukuman pidana menuju pendekatan yang lebih berfokus pada rehabilitasi, perawatan, dan pencegahan. Banyak negara mengakui bahwa ketergantungan narkoba adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan respons yang komprehensif dan terpadu.

Masa depan penanganan pecandu narkoba mungkin melibatkan langkah-langkah seperti:

- Penekanan pada rehabilitasi: Upaya akan difokuskan pada pemulihan dan rehabilitasi pecandu melalui program perawatan kesehatan mental dan rehabilitasi, seperti pengobatan penggantian narkoba, terapi perilaku kognitif, dan dukungan psikososial.

- Peningkatan akses ke perawatan: Lebih banyak sumber daya akan dialokasikan untuk menyediakan akses yang lebih mudah dan terjangkau ke layanan perawatan kesehatan mental dan rehabilitasi bagi pecandu narkoba.

- Reduksi stigma: Lebih banyak upaya akan dilakukan untuk mengurangi stigma terhadap pecandu narkoba, sehingga mendorong mereka untuk mencari perawatan dan mendukung reintegrasi mereka ke dalam masyarakat.

- Pendekatan pencegahan: Tindakan pencegahan yang lebih luas dan komprehensif akan ditempuh, termasuk pendidikan tentang bahaya narkoba, promosi kesehatan mental, dan langkah-langkah pengurangan risiko.

Legalisasi dan pengaturan: Beberapa negara telah mengambil langkah untuk melonggarkan atau melegalkan penggunaan dan pengangkutan narkoba tertentu, terutama untuk keperluan medis atau rekreasional. Pengaturan ketat akan diberlakukan untuk membatasi risiko penyalahgunaan dan melindungi masyarakat.

Namun, penting untuk diingat bahwa perkembangan ini mungkin bervariasi di setiap negara dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik, dan budaya yang ada. Untuk informasi yang lebih akurat dan terkini mengenai pengaturan pengangkatan bagi pecandu narkoba di masa depan, disarankan untuk mengacu pada undang-undang dan kebijakan yang berlaku di yurisdiksi tempat Anda tinggal atau berada.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar